Menakar Kembali Persoalan Hukum Miras

Penulis: M. Irfan Sholeh*

Minuman keras atau yang juga dikenal sebagai minuman beralkohol adalah salah satu minuman yang diharamkan dalam Islam. Seorang muslim dilarang mengonsumsi minuman keras karena mudharatnya lebih besar dibandingkan  manfaatnya. Selain itu, akibat minum minuman keras juga sangat fatal bagi kesehatan.

Namun belakangan ini publik diramaikan dengan pemberitaan tentang miras, tepatnya pemberian izin berinvestasi usaha miras oleh pemerintah. Tentunya berdasar pada teori mafhum muwafaqoh, bahwa meminum khamar atau miras saja tidak boleh apalagi berinvestasi dengannya.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken Presiden Jokowi pada 2 Februari 2021 awal bulan lalu. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Sontak saja keputusan presiden itu mengundang bermacam reaksi dari masyarakat, ada yang mendukung, tetapi lebih banyak yang menentangnya. Terlebih reaksi dari organisasi keislaman di negeri ini (NU, Muhammadiyah, MUI dll.) kesemuanya sepakat menyayangkan dan menolak Perpres tersebut. Penolakan yang bukan tanpa dasar, bahwa dalam Islam sudah secara jelas mengharamkan miras.

Kedudukan Perpes sendiri dalam hierarki perundang-undangan, menempati urutan ke empat di bawah Perpu (Peraturan Pemerintah).  Perpres sendiri adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

(baca juga: Wanita dan Laki-Laki dari Kacamata Islam dan Sains)

Dalam hal ketaatan penduduk terhadap pemimpinnya adalah wajib mengikuti, kecuali dalam ketaatan berlaku maksiat maka tidak wajib diikuti. Sebagaimana hadis Nabi,  “Mendengar dan taat (kepada penguasa) itu memang benar, selama mereka tidak diperintahkan kepada maksiat. Jika mereka memerintahkan untuk bermaksiat, tidak boleh mendengar dan ta’at (dalam maksiat tersebut)”

Belajar dari Islam Menghukumi Haram Khamar secara Perlahan

Konon, orang-orang Arab terbiasa minum khamar seperti layaknya kita minum air biasa. Sudah begitu mendarah dagingnya kebiasaan buruk itu. Namun perlahan, Alquran berhasil menyelesaikan problem sosial yang mengancam kehidupan itu.

Islam datang tidak serta merta melarang budaya yang lebih dahulu ada, tetapi perlahan bisa diubahnya dengan tuntunan ajaran Islam yang memang membawa rahmat bagi seluruh alam. Begitu juga dengan budaya minum khamar, ada empat tahapan ayat-ayat yang Allah turunkan terkait dengan pengharaman khamar ini.

Ayat pertama, firman Allah, “Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti.” (Q.S. An Nahl : 67). Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan nikmatnya buah-buahan kepada manusia melalui dua pohon, kurma dan anggur. Namun ada manusia yang menjadikan buahnya untuk sesuatu yang buruk, yaitu membuat minuman yang memabukan. Dan ada yang menjadikannya wasilah mendapat rezeki yang baik. Bagi orang yang berakal yang melihat ayat (tanda kebesaran Allah) tentu akan menghindari tipe pertama.

Kemudian turun ayat kedua, “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al Baqarah : 219). Ayat ini jelas menyebutkan adanya unsur dosa dalam khamar. Walaupun ayat ini belum menegaskan keharamannya. Namun bagi orang yang menjaga kesucian diri, tentunya akan memilih menghindari setiap perbuatan yang menyeretnya pada lembah dosa.

(baca juga: Bishri Syansuri, Seorang Ulama Fiqh Terkemuka)

Ayat yang ketiga QS. An Nisa : 43, “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai sadar apa yang kamu katakan…” Ayat ini mengharamkan khamar pada sebagian waktu saja, yaitu pada waktu-waktu shalat. Namun demikian, bagi orang yang menjaga shalatnya tentu sudah tidak ada waktu lagi untuk bersantai menyia-nyiakan waktu bersama barang haram ini.

Adapun ayat keempat yang merupakan tahap pengharaman secara mutlak yaitu; QS. Al Maidah : 90. “Wahai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”

Ketika ayat itu turun, sontak Madinah saat itu banjir khamar, karena kaum muslimin bergegas memenuhi seruan Ilahi ini dengan membuang semua persediaan khamar yang ada. Sebuah keta’atan yang tidak akan terjadi pada undang-undang dan peraturan manapun di dunia ini. Sebab undang-undang Allah direspon dan dicerna dengan aqidah dan keimanan serta sejalan dengan nilai kemanusiaan. 

Bahwa sebagai negara yang penghuninya mayoritas muslim melegalkan miras adalah sesuatu yang aneh dan buruk sekali bagi citra Indonesia. Meski dalam aturan tersebut, hanya terdapat empat wilayah yang diberikan izin pembuatan industri miras di Indonesia. Yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Sulawesi Utara, tetapi tetap saja banyak masyarakat yang menolak legalisasi miras. Semoga kita semua dikuatkan iman untuk menjalankan tuntunan-Nya…

sumber foto kover: cnnindonesia.com

*penulis adalah alumni MA Unggulan Nuris tahun 2017

Related Post